Mensyukuri Era Globalisasi dengan “Perdagangan Bebasnya” adalah memanfaatkan keunggulan masing-masing. Contoh, iklim tropis, hujan hampir sepanjang tahun.
Maka teknologi pilihan paling mudah, murah (gratis), bebas BBM, bebas polusi (ramah lingkungan, ikut mencegah pemanasan global), berteknologi super canggih (energi surya dan otomatis penuh, siang malam) yaitu melaksanakan perintah Tuhan: “Tanamkan aneka macam biji bebuahan (mulai dari sejenis perdu, merambat sampai jenis pohon besar) yang ada di tangan mu itu (kapan saja, siapa saja, di mana saja mulai dari halaman rumah, atap rumah, gazebo, peneduh trotoar jalan, pinggir jalan, halaman kantor, sekolah, pesantren, kampus, tanam kota, taman hotel, taman nganggur di lapangan terbang, lapangan bola, pinggir sungai, lahan kritis, lahan nganggur, tebing, jurang, bukit sampai ke puncak gunung), meskipun kamu yakin besok akan kiamat”.
Insya Allah dalam waktu 2 – 5 tahun ke depan efeknya: Penyakit busung lapar (kurang gizi dan vitamin), pengangguran hapus dari bumi Pertiwi karena buah kesukaan tinggal memetik (tanpa larangan), air penuh ikan mengalir di bawahnya = Surga. Kota besar kaya Oksigen dan polusi gas dari knalpot mobil & motor (CO2) habis karena daya sedot pohon berbuah 6 x lipat dari pohon tanpa buah. Gelar sebagai “Negara Pengimpor buah terbesar di dunia” secara alami berubah menjadi “Negara Pengekspor buah tropis terlengkap, terbanyak, ter-enak, tersehat dan termurah di Dunia”. Karena ditanam pake biji, akar tunjangnya sampai puluhan meter bahkan ratusan meter menghujam bumi, menyerap air hujan untuk air tanah, menimbulkan hujan setempat, mencegah longsor, abrasi dan erosi, menjaga DAS secara alami.
Efek lain, gajah masuk kampung, ribuan monyet turun gunung merusak sawah ladang (karena tak mampu beli buah impor) hilang, karena buah kesenangannya di hutan begitu banyak. Jutaan burung langka dan burung berkicau berkembang biak (sampai di tengah kota metropolitan) karena madu bunga ada di mana saja. Mereka juga alat pembasmi/pemakan hama wereng, ulat bulu dsb. ramah lingkungan. Jutaan liter madu lebah hutan dan lebah piaraan dipanen tiap bulan. Taman kota dan hutan lindung akan harum mewangi tergantung pohon apa yang sedang berbunga di 17.500 buah pulau di Nusantara. Ini sudah pernah terjadi di pedalaman Kalimantan Barat tahun 40-50-an, ketika saya masih kecil, ketika belum ada ilegal loging dan kebun kelapa sawit.
Kajian Ilmiahnya dari Hukum Termodinamika 1, bahwa “Energi itu abadi, tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan, tapi dapat berubah/dirubah bentuk”, maka: Pohon berbuah menyedot energi matahari sangat besar (udara menjadi dingin) untuk memecah gas polusi knalpot (CO2) + H2O menjadi senyawa kimia jenis baru mengandung energi sangat tinggi yaitu CxHyOz (madu, glukosa, karbohidrat, vitamin, gizi dsb) di dalam buah dengan bilangan “X” sampai angka 6. Jadi untuk mempoduksi 1 molekulnya saja dibutuhkan polusi CO2 sampai 6. Kalau pohon tanpa buah, hanya kayu dan daun yaitu C, cukup satu (1) gas CO2.
Energi matahari begitu besar diisap zat hijau daun, disimpan dalam buah tersebut, masuk mulut, diolah dalam perut (proses metabolisme) dipakai untuk bernafas, jantung mempompa darah, hidup, berkembang biak, berpikir, bekerja, berdoa dsb. Senyawa kimia tak berneregi (ampas) dikeluarkan dari hidung (gas CO2), cair dan padat.
Jadi inilah “perangkat sel surya” tercanggih unggulan kita sebagai negara tropis, karena tidak perlu membangun perkebunan buah ribuan hektar beratap dan berdinding kaca (rumah kaca, green-house yang sangat mahal) seperti Saudara kita di Eropa yang pada musim dingin membeku, perkebunan buahnya ikut membeku menjadi es.
Ini saja dulu, nanti ada lanjutannnya. Maka jangan karunia dan kelebihan dari Tuhan ini kita biarkan mubazir (malah dipandang sebagai bencana), karena hidup suka mubazir itu kawan setan.
Setuju Pak, masak kita kalah sama negara tetangga yang sudah berani menyaingi ekspor duriannya Thailand.
BalasHapusJadi teringat lirik lagu ini.
...bukan lautan, tapi kolam susu......